fb aswaja center kepung

Jumat, 18 Oktober 2013

Perbedaan Asyariyah dan Maturidiyah


Perbedaan antara Asy’ariyah dan Maturidiyah
Telah dijelaskan bahwa Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah para pengikut Abul Hasan al Asy’ari yang disebut dengan Asy’ariyah atau Asya’irah dan para pengikut Abu Manshur al Maturidi yang disebut dengan Maturidiyah. Keduanya disebut Ahlussunnah Wal Jama’ah karena dalam prinsip-prinsip akidah memiliki kesamaan. Sehingga boleh dikatakan bahwa Asy’ariyah adalah Maturidiyah dan Maturidiyah adalah Asy’ariyah. Perbedaan di antara keduanya hanyalah dalam sebagian kecil permasalahan furu’ (cabang, bukan prinsip) akidah. Berbeda halnya perbedaan antara Ahlussunnah dengan Musyabbihah Qadariyah, Jabriyah, Murjiah. Perbedaan dengan mereka adalah dalam ushul al akidah (prinsip akidah).
Perlu diketahui bahwa permasalahan akidah terbagi menjadi dua macam; ushul (pokok-pokok) akidah dan furu’ (cabang-cabang) akidah. Perbedaan pendapat dalam ushul akidah dapat mengeluarkan penentangnya keluar dari al firqah an Najiyah (Ahlussunnah Wal Jama’ah), sedangkan perbedaan pendapat dalam furu’ al aqidah tidak menjadikan salah satunya keluar dari golongan Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Ushul al Akidah adalah dasar-dasar keimanan yang enam sebagaimana dijelaskan dalam hadits Jibril. Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
الاِيْمَانُ أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ رَسُلُِهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ وَاْلقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
Iman adalah apabila kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan qadar yang baik dan yang buruk”[1]

Berdasarkan hadits tersebut ushul akidah ada enam perkara. Pertama, beriman kepada Allah; yaitu bahwa Allah ada tanpa ada keraguan, tida ada yang disembah dengan benar kecuali hanya Allah. Allah tidak serupa dengan makhluk-Nya, Ia bukan benda katsif (benda yang bisa dipegang oleh tangan seperti manusia, batu, kayu dan lainnya) dan bukan benda lathif (benda yang tidak dapat disentuh oleh tangan seperti cahaya, ruh, udara dan lainnya), Allah ada tanpa tempat dan arah dan  tidak berlaku bagi-Nya zaman. Allah adalah pencipta segala sesuatu, benda dan seluruh yang diperbuatnya yang yang dilakukan dengan kehendaknya (ikhtiyariy) maupun perbuatan yang dilakukan dengan tanpa kehendaknya (idhthirary). Allah ta’ala pencipta kebaikan dan keburukan, ketaatan dan kemaksiatan, keimanan dan kekufuran.
Kedua; beriman kapada malaikat, yaitu meyakini bahwa malaikat itu ada, mereka adalah hamba-hamba Allah yang mulia yang selalu menjalankan perintah Allah dan tidak pernah bermaksiat kepada-Nya. Ketiga; beriman pada kitab-kitab Allah, bahwa Allah menurunkan kitab-kitab-Nya kepada sebagian para nabi-Nya. Keempat, beriman pada para rasul Allah, bahwa Allah mengutus para Rasul dan para Nabi untuk memberikan kabar gembira orang-orang yang beriman dengan surga dan memberikan peringatakan kepada orang-orang kafir dengan siksa di neraka, nabi yang pertama adalah Adam –‘alaihissalam- dan yang terakhir adalah nabi Muhammad –shallallahu ‘alaihi wasallam-. Kelima, beriman pada hari akhir, yaitu keyakinan adanya kehidupan akhirat dan hal-hal yang akan terjadi di sana seperti ba’ts, hisab, mizan, shirath, surga, neraka dan lainnya. Keenam, beriman pada qadar, yakni keyakinan bahwa semua yang menimpa manusia berupa kebaikan ataupun keburukan adalah ciptaan dan taqdir (ketentuan) Allah. Sesuatu di alam semesta ini tidak terjadi kecuali dengan ketentuan Allah ta’ala.
Sedangkan furu’ al akidah adalah permasalahan-permasalahan akidah selain enam perkara di atas, seperti  tentang melihatnya Rasulullah pada dzat Allah pada malam Isra’ dan Mi’raj, apakah dengan mata kepala atau dengan hati. Sebagian sahabat seperti Ibnu Abbas dan Abu Dzar al Ghifari berpendapat bahwa Nabi melihat Allah pada malam Isra dan Mi’raj, sedangkan sahabat yang lain seperti sayyidah Aisyah dan Ibnu Mas’ud berpendapat bahwa Nabi tidak melihat dzat Allah pada malam tersebut.
Perbedaan antara Asy’ariyah dan Maturidiyah adalah sebagaimana perbedaan pendapat yang terjadi pada masa sahabat. Di antara perbedaan di antara mereka adalah:
1.      Sifat at Takwin
Diantara perbedaan antara Asy’ariyah dan Maturidiyah adalah tentang sifat at takwin/ sifat al fi’li. Yaitu sifat-sifat yang Allah disifati dengannya dan juga dengan sifat-sifat yang kebalikannya, seperti ihya’ (menghidupkan) dan imatah (mematikan), is’ad (memberikan kebahagian) dan isyqa’ (memberikan kecelakaan) dan seterusnya. Asy’ariyah mengatakan bahwa at takwin adalah atsar (pengaruh) dari sifat Qudrah Allah yang azali, sedangkan Maturidiyyah berpendapat bahwa at Takwin adalah salah satu sifat Allah yang azali.
Apabila diamati dengan seksama, sebenarnya perbedaan antara keduanya dalam masalah ini adalah hanya dalam pengungkapannya saja, namun substansinya tidak berbeda. Sebab baik Asy’ariyah maupun Maturidiyah bersepakat bahwa sifat dzat Allah seluruhnya azali dan abadi (tidak ada permulaan dan tidak ada akhirnya).
Mayoritas Asy’ariyah berpendapat bahwa sifat-sifat tersebut bukan sifat yang tetap pada dzat Allah pada azal, tetapi at takwin adalah atsar (pengaruh) dari sifat qudrah Allah ta’ala yang azali. Sebab dengan sifat qudrah-Nya, Allah menciptakan makhluk dan meniadakannya.
Sedangkan Maturidiyah berpendapat bahwa sifat at takwin sebagaimana juga sifat ad dzat adalah azaliyah/qadimah. Pendapat ini juga menjadi pendapat imam Abu Hanifah dan al Bukhari. Abu Hanifah dalam kitab al fiqh al akbar mengatakan:
والْفِعْلُ صِفَتُهُ فِي اْلأَزَلِ، وَاْلمَفْعُوْلُ مَخْلُوْقٌ، وَفِعْلُ اللهِ تَعَالَى غَيْرُ مَخْلُوْقٍ
“Dan perbuatan Allah adalah sifatnya pada azal sedangkan obyek yang dibuatnya adalah makhluk, perbuatan Allah bukan makhluk”[2]

Al Bukhari dalam kitab shahihnya dalam kitab at tauhid mengatakan:
بَابُ مَا جَاءَ فِي تَخْلِيْقِ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ وَغَيْرِهِمَا مِنَ اْلخَلَائِقِ وَهُوَ فِعْلُ الرَّبَِّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى وَأَمْرُهُ فَالرَّبُّ بِصِفَاتِهِ وَفِعْلِهِ وَأَمْرِهِ وَهُوَ الْخَالِقُ اْلمُكَوِّنُ غَيْرُ مَخْلُوْقٍ ، وَمَا كَانَ بِفِعْلِهِ وَأَمْرِهِ وَتَخْلِيْقِهِ وَتَكْوِيْنِهِ فَهُوَ مَفْعُوْلٌ مَخْلُوْقٌ مُكَوَّنٌ
“Bab tentang hadits-hadits yang menerangkan penciptaan langit dan bumi dan makhluk lainnya bahwa hal itu adalah perbuatan Tuhan tabaraka wata’ala dan amrnya, Tuhan dengan sifat-sifatNya dan perbuatannya dan amrnya adalah pencipta bukan makhluk, sedangkan sesuatu yang terjadi dengan perbuatan, amar dan penciptaannya adalah obyek yang diciptakan dan makhluk” 
           
Sebagian orang menyangka bahwa pendapat bahwa sifat at takwin Allah itu azali sebagaimana dikatakan oleh Maturidiyah berimplikasi pada pendapat  bahwa sifat makhluk yang diciptakan juga azaliah. Ini adalah kekeliruan, sebab menciptakan, mengadakan adalah sifat Khaliq (Allah) bukan sifat makhluk. Dan bahwa makhluk itu menjadi makhluk dengan penciptaan Allah. Karena makhluk itu terjadi dengan penciptaan yaitu penciptaan al Khaliq (Allah) sehingga ia menjadi yang pertama dan makhluk menjadi yang kedua.
2.     Hukum al amnu wa al iyas
Perbedaan kedua antara Asy’ariyah dan Maturidiyah adalah tentang al amnu min makrillah dan al iyas min rahmatillah. Menurut Asy’ariyah, orang yang melakukannya terjerumus pada dosa besar saja, sedangkan Maturidiyah berpendapat bahwa keduanya dapat mengeluarkan pelakunya dari Islam, yakni kafir.
Menurut Asy’ariyah al amnu min makrillah artinya apabila seseorang mengikat dalam hatinya perasaan bahwa Allah tidak akan mengadzabnya, tetapi Allah akan merahmatinya padahal dia mengetahui bahwa dirinya terus menerus melakukan dosa. Sedangkan al yaksu min rahmatillah menurut mereka artinya adalah apabila seseorang mengikat perasaan dalam hatinya bahwa Allah tidak  mengampuni dan tidak merahmatinya.
Berbeda dengan Maturidiyah, mereka mengatakan bahwa al amnu min makrillah artinya apabila seseorang merasa aman dari adzab Allah karena prasangkanya bahwa Allah tidak mampu untuk menyiksanya dan tidak mampu melaksanakan ancamannya. Sedangkan al ya’su min rahmatillah   menurut mereka adalah adalah apabila seseorang berputus asa terhadap rahmat Allah karena prasangkanya bahwa Allah tidak mampu untuk merahmatinya.
Perbedaan antara kedua golongan ini apabila diperhatikan dengan seksama, maka dapat disimpulkan bahwa perbedaan antara keduanya adalah pada definisi tentang al amnu min makrillah dan al iyas min rahmatillah tidak pada substansinya. Artinya, apabila Asy’ariyah mendefinisikan keduanya seperti definisi Maturidiyah maka mereka akan berpendapat seperti pendapat Maturidiyah, bahwa hukumnya kufur. Sebaliknya, apabila Maturidiyah mendefinisikan kedua masalah tersebut dengan definisi Asy’ariyah tentu mereka akan berpendapat sama dengan Asy’ariyah bahwa hukumnya dosa besar dan bukan kufur.


[1] HR al Bukhari dalam kitab shahihnya, kitab al iman, bab su ali Jibril an Nabiyya ‘ab al iman wal islam wal ihsan wa I;m as sa’ah wa bayanun Nabi lahu
[2]

3 komentar:

  1. Kami cuma ambil ilmu yang Allah redha dari kamu, ilmu dan apa sahaja yang Allah tak redha kepunyaan kamu dan kepunyaan pembantu pembantu kamu pada saya dan keluarga serta siapa sahaja, kami pulangkan semula kepada kamu selama lamanya, apa sahaja ilmu bathil yang kami terambil atau ambil dari kamu dan pembantu pembantu kamu dimasa lalu,kini dan dimasa akan datang

    BalasHapus
  2. Wah... Ternyata belajbe akidah dan ilmu kalam itu seru banget ya. Semoga kedua imam besar kita, Imam Asy'ari dan Imam Maturidi selalu salam keridhaan Allah. Amin.

    BalasHapus
  3. Wah... Ternyata belajar akidah dan ilmu kalam itu seru banget ya. Semoga kedua imam besar kita, Imam Asy'ari dan Imam Maturidi selalu dalam keridhaan Allah. Amin.

    BalasHapus